
Oleh : Bernard Rumpedai
Tragedi biak berdarah merupakan ukiran di hati orang Papua sebab tindakan tidak manusiawi kepada rakyat sipil hanya karena mempertahankan sang bintang fajar berkibar di sebuah menara sekitar 500-1000 massa yang berakhir dengan apa yang dikenal sebagai peristiwa biak berdarah 6 Juli 1998.
Terjadi penangkapan sewenang-wenang pembunuhan kilat ,penyiksaan, penghilangan paksa dengan berbagai tindakan yang tidak manusiawi
Dari peristiwa ini dicatat 230 korban
Meninggal 8 orang 3 orang hilang korban luka berat yang di evakuasi ke Makassar 4 orang 33 orang ditangkap sewenang-wenang dan 150 orang mengalami penyiksaan serta 32 mayat Misterius
Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua termasuk peristiwa Biak berdarah ini negara tidak pernah menyelesaikan sampai tuntas dan tidak ada pelaku yang diadili padahal tragedi biak ini tergolong pelanggaran HAM berat.
Kasus ini telah melengkapi penderitaan orang asli Papua menginjak harkat dan martabat manusia melanggar hukum nasional dan internasional
Pertama pemerintah Republik Indonesia harus bertanggung jawab terhadap seluruh kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Papua.
Kedua mendesak gubernur provinsi Papua, DPRP, DPRD Papua Barat untuk mendorong sebuah evaluasi resmi atas kebijakan keamanan dan menegakkan HAM di tanah Papua termasuk juga mendorong proses-proses hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah Papua yang belum terselesaikan hingga kini
Ketiga dewan hak asasi manusia dan perserikatan bangsa-bangsa untuk segera mengkordinasi dengan Presiden Republik Indonesia terpilih, untuk usut kasus kejahatan HAM yang dilakukan negara di tanah Papua.
Keempat menolak lupa tragedi biak berdarah 6 Juli 1998 – 6 juli 2019 telah 21 tahun lamanya Kasus pelanggaran Ham di Papua belum diselesaikan
kelima nama tanpa Pusara Pusara tanpa nama tragedi Biak berdarah negara harus berani bertanggung jawab terhadap kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua. (*)
(Penulis Adalah Ketua Mahasiswa Papua – Bogor)





