

JAYAPURA (LINTAS PAPUA) – Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung mengatakan, dalam tahun politik 2018 saat ini, tentunya suhu pasti meningkat, apalagi di berbagai media telah terjadi perdebatan dan perkembangan informasi poliik yang terus tersajikan, demikian banyak haraoan dan keinginan masyarakat untuk Papua kedepan, siapapun pemimpin yang terpilih nantinya.
“Tentunya dalam kesibukan tahun politik, maka DPR Papua harus terus bekerja dan harus memikirkan Prolegda Papua, sebab selain politik ada berbagai bidang persoalan yang masih harus menjadi perhatian,” ujar Marinus Yaung, dalam diskusi singkat di Kopi Tiam di Abepura, Sabtu (6/12)
Dikatakan, bahw isu sensitif yang harus jadi perhatian pemerintah , terutama isu Papua Merdeka dan internasionalisasi papua, dan memang dibutuhkan langkah – langkah dalam negeri untuk selesaikan masalah politik di dalam negeri.
“Isu pelanggaran HAM Papua, sehingga Pemerintah Provinsi jangan biarkan masalah ini diselesaikan pemerintah pusat,” katanya.
Disampaikan, apalagi pemerintah pusat menawarkan penyelesaian Papua lewat rekonsilisasi, pemerintah perlu memikikirkan secara baik, sebab perlunya kita memikirkan solusi drama penyelesaian masalah Papua.
“Saya himbau kepada 14 Kursi DPR Papua, kalau bisa semuanya bisa melihat bagaimana pembentukan karekater dan bagaimana perlunya memikirkan solusi dalam menyelasaikan masalah Papua,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Marinus Yaung menyampaikan perlunya pembentukan Komisi Kekerasan dan Rekonsiliasi , sebagaimana amanat Undang – Undang Otonomi Khusus, sebab hingga kini belum juga terbentuk. “Termasuk pembentukan pengadilan HAM di Papua,” lanjutnya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Cenderawasih, Melyana Pugu, S.IP, M.Si., mengatakan, bahwa pentingnya sebuah Pusat Informasi Papua atau semacam Crisis Center, sehingga masyarakat bisa melihat isu besar Papua, termasuk adanya human Security hingga 14 kursi DPR Papua yang baru bisa lebih fokus dalam bekerja.
Dikatakan, kalau harapan untuk para pemimpin yang maju dalam pesta demokrasi Pemilihan Gubernur Papua 2018 maka perlu ada pemimpin yang bisa memberikan proteksi dan perlidungan kepada perempuan, terlebih memberikan perhatian kepada dunia pendidikan yang perlu didorong lebih maju lagi.
Ditambahkan, juga mengingat saat ini masyarakat asli Papua sudah sangat sediokit, sehiggga pemimpin kedepan siapapun yang terpilih adaah yang terbaik dan harus bisa melihat hal ini, yakni bagaimana menyelamatkan orang asli Papua.
“Hal yang penting untuk tiap pemimpin yang maju memiki pengalaman yang baik dengan gaya kepemimpinannya, sehingga kita harus apresiasi dan menyerahkan kepada demokrasi masyarakat yang akan memilih,” jelasnya.

Senada dengan itu, Mahasiswa Calon Doktor dari California Sate University, Rini Setiani Modouw, M.Si., menuturkan, pentingnya kedepan adalah membangun sumber daya manusia.
“Banyak yang dikirim sekolah, namun saat kembali belum langsung diterima di dunia kerja, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Provinsi Papua,” tutur Perempuan Papua asal Sentani ini.
Kita semua berharap, pemimpin kedepan adalah pemimpin yang membangun dunia pendidikan dan tentunya lebih dimantapkan. (Eveerth Joumilena)
[contact-form][contact-field label=”Nama” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Surel” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Situs web” type=”url” /][contact-field label=”Pesan” type=”textarea” /][/contact-form]











