


JAYAPURA (LP) – Masyarakat Papua yang dikejutkan dengan postingan perburuhan Burung Cenderawasih atas nama Feronica Natalia Saman di facebook, akhirnya dipanggil Polres Nabire dan yang bersangkutan mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, khususnya orang Papua.
“Selamat siang buat seluruh orang Indonesia khususnya orang papua. Hari ini saya telah di pangil oleh Angota POLRES Nabire atas perintah KAPOLRES Nabire untuk membuat surat pernyataan Bahwa saya tidak akan mengulangi Perbuatan saya yang selama ini saya lakukan,” tulis Feronica Natalia Sama, pada laman facebooknya, Minggu (27/11/2016).
Dikatakan, bahwa dirinya tidak akan memburuh, menjual, membunuh burung Cenderawasih /kakatua lagi.


“Dan saya akan menghapus semua foto burung Cenderawasih / Kakatua yang telah saya upload di akun facebook, karena burung cenderawasih /kakatua merupakan hewan yang dilindungi, sekali lagi saya mohon maaf dan saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Amin,” tuturnya melalui tulisan faceboknya.
Sementara itu, Meski sudah banyak terpublis di media lokal maupun nasional bahkan hingga ke tingkat kementerian, ternyata kasus penjualan satwa dilindungi jenis cenderawasih di Nabire yang dilakukan oleh Feronica Natalia Saman masih belum tersentuh hukum, sehingga disikapi beberapa organisasi yang peduli akan masalah ini.
Sebagaimana empat LSM yakni RBP (Rumah Belajar Papua), FPPNG (Forum Peduli Port Numbay Green), WWF (World Wild Fund), Jerat (Jaringan Kerja Rakyat) gerah. Mereka menanyakan lambannya penanganan kasus ini meski alamat dan iden!tas pelaku jelas.



Dikatakan pihak kepolisian sendiri sudah diwawancarai oleh media namun terasa belum direspon aktif. Mereka menduga jika ada keterlibatan oknum aparat dibalik perbuatan melawan hukum ini.
“Heran saja seolah-olah tak ditanggapi oleh aparat penegak hukum padahal informasi ini sudah meluas kesana kemari. Kalau begini bisa saja kami menduga memang ada keterlibatan oknum aparat,” kata Igir Al Qatiri, salah satu novelis Papua dalam tulisannya.
Igir berharap, petinggi Polri di Papua bisa melihat ke bawah apakah betul ada keterlibatan anggotanya atau tidak sebab jika benar tentu ini aib yang tak perlu ditutupi tapi dilakukan tindakan.
Senada dengan itu, Sekretaris Eksekutif RBP, Dian Wasaraka menuturkan, bahwa aktivis lingkungan harus tetap menunjukkan komitmennya dan melakukan aksi jika perlu untuk mengingatkan.
“Bikin aksi, kita beritahu bahwa ada perbuatan yang melawan hukum namun sepertinya kurang mendapat perhatian,” tegasnya.
Dian yang bekerja sebagai dosen ini mengaku, gerah apalagi Feronica Saman merupakan satu almamater dengannya. “Ini memalukan dan kami minta diseriusi. Jangan didiamkan sebab akan begini terus,” imbuhnya.
Adhiani dari WWF berpendapat, bahwa ada kelompok masyarakat yang sudah memahami tentang isu Cenderawasih tapi masih banyak yang belum. Namun ia sependapat untuk tidak membiarkan kasus ini.



Peryataan Adhiani diiyakan Markus Imbiri dari Jerat yang tak mau berkompromi untuk mengkri!si kondisi ril ini. Ia menyebut BKSDA atau dinas kehutanan (Polhut) di Nabire juga sangat lemah termasuk aparat kepolisiannya.
“Polres Nabire jangan hanya numpang masuk TV tapi tak ada tindakan. Kalau Polres !dak tahu Kampung Wanggar itu terlalu,” sindir Markus yang sempat !nggal di Wangfar, Nabire ini.
LSM lain yang angkat suara adalah FPPNG. FPPNG terlihat gregetan lantaran seper!nya belum ada respon dari Polisi. Organisasi yang lahir sejak 2010 ini lantas menggagas lahirnya pe!si Save Cenderawasih pada change.org untuk menunjukkan komitmennya. Fredu Wanda selaku ketua FPPNG Mewanti akan melapor ini ke Kapolri jika memang tak ditindaklanjuti.
“Nomor Handpone Pak Tito masih kami simpan dan mudah saja untuk menyampaikan langsung tapi kita ingin lihat anggota disini bekerja dulu. Jangan diam dan disalahkan masyarakat,” katanya.
Mencermati kondisi terakhir persoalan Burung Cenderawasih yang kian terancam di Papua, kita semua, pemerintah bersama masyarakat bersama-sama ikut memikirkan satu cara baru yang bisa menahan laju kepunahan burung ini.
Burung Cenderawasih menjadi satu fauna yang dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.



Cenderawasih juga selalu menyimpan kebanggaan bagi siapa saja yang tinggal di Papua. Burung surga ini memiliki kecantikan dan keunikan yang tak dimiliki burung lain.
Namun sayangnya, di tengah kebanggaan tersebut secara sadar tak sadar ada perilaku yang tak memperhatikan soal populasi, karena masih terjadi perburuan liar maupun perambahan yang perlahan-lahan memberi ancaman.
Dari data yang diperoleh ada dua persoalan soal Burung Cenderawasih di Papua, pertama soal populasi dan kedua berkaitan dengan pengakuan adat. Menyoal soal populasi, dua hal penting yang menjadi indikator menurunnya populasi Cenderawasih.
Pertama adalah perburuan liar dan kedua perambahan. Pemahaman masyarakat untuk memanfaatkan hasil (isi) hutan untuk kepentingan ekonomi keluarga yang mendorong masyarakat di kawasan tertentu terus melakukan perburuan dan menjual hasil buruan termasuk Burung Cenderawasih.
Untuk persoalan ini dirasa perlu memberikan pemahaman yang arif, agar pola pemanfaatan isi hutan tak dilakukan secara membabi buta. Tak semua hewan harus diburu untuk dimanfaatkan.
Masyarakat lebih memilih untuk menjaga dan membiarkan Burung Cenderawasih hidup bebas, namun melokalisir kawasan habitat Cenderawasih menjadi kawasan ekowisata yang tetap mendatangkan pendapatan bagi masyarakat. #SaveCenderawasihPapua. (Eveerth Joumilena)

